Di suatu pagi yang biasa-biasa saja, maksudnya ya seperti biasa.
Bukan pagi yang sangat dingin ataupun pagi yang sangat panas. Semuanya normal.
Aku merencanakan untuk tidur kembali, namun membaca dulu sebelumnya. Satu
kalimat sudah kubaca, tiba-tiba terlintas di pikiranku ingatan kejadian di masa
lalu. Bertahun-tahun lalu saat aku masih kanak-kanak.
Aku duduk di TK B. Dan ibuku menyuruhku untuk mengaji ke salah satu
tempat pendidikan Al-Qur’an di daerahku. Aku hanya memiliki 1 kerudung waktu
itu. Sengaja, ibuku belum membelikanku beberapa, karena takutnya aku tidak mau
mengenakannya dan juga tak mau mengaji. Katakan saja, hari itu adalah
percobaan. Finally, it was okay for me.
Ada 6 tingkatan kelas di tempat mengajiku itu. Dimulai dari kelas
1, aku diajari mengenal huruf hijaiyyah lanjut dengan cara membaca 3 huruf yang
digabung. Naik ke kelas berikutnya dan berikutnya lagi aku diminta untuk
memulai belajar membaca Al-Qur’an. Ketika jam pulang mengaji, ustadzahku
memanggilku. Beliau memberitahukan bahwa aku harus mulai belajar Al-Qur’an.
Jujur ya, waktu itu aku terkejut dan sedikit takut.
Di rumah, aku memiliki beberapa kakak. Namun, mereka semua nge-kost
(kecuali seorang kakak laki-lakiku yang waktu itu juga masih kecil) di rumah
bibi dan sekolah jauh di sana. Beruntung, mereka sedang liburan jadi aku bisa
meminta bantuannya untuk mengajariku barang satu ayat dua ayat.
“Aku disuruh belajar Al-Qur’an sama Bu Us. Tapi, aku nggak punya
Al-Qur’an, ini punya abang,” beritahuku pada kakak perempuanku yang sedang merapikan
pakaian di lemari.
“Iya, pakai itu dulu nggak apa-apa. Kamu juga bisa pakai punya
kakak,”
“Ayo!”
“Ya udah, baca aja. Aku dengerin kok,”
Aku masih ingat betul posisiku kala itu. Lemari kaca di sebelah
barat, kakakku sedang berdiri di depannya, aku duduk di bawah, dan Al-Qur’an
berada di atas pangkuanku yang aku beri alas bantal sebagai pembatas antara
kitab suci dan kakiku. Mereka bilang, jangan sampai Al-Qur’an nempel dengan
bagian bawah tubuh kita. Aku ingat betul itu. Al-Qur’an abang yang aku pakai
memang sangat kecil. Itu oleh-oleh dari Mekkah yang di bawa kakak pertamaku
saat dia ditugaskan di sana. Abangku dapat, kakak-kakakku dapat, hanya aku yang
tidak dapat karena waktu itu aku belum bisa membaca Al-Qur’an. -_-
Aku membawa Al-Qur’an kecil itu ke tempat mengaji. Aku menyetorkan
ayat-ayat yang aku pelajari pada malam sebelumnya dengan kakakku di rumah.
Alhamdulillah, lumayan. Tapi, ustadzahku bilang, “Al-Qur’anmu kurang gede,
Nduk. Ustadzah nggak begitu keliatan. Besok pakai yang gedean, ya?” Hahaha,
sudah kuduga. Akhirnya, aku menukarnya dengan milik kakakku yang tidak dia
pakai.
Jika membayangkan tentang itu semua, terkadang pikiranku tak
sampai. Justru aku akan menjadi pusing. Membayangkan apa? Yah...membayangkan
tentang bagaimana bisa aku, kamu, mereka, semua muslim membaca Al-Qur’an. Dari
masing-masing huruf hijaiyyah, ketika dirangkai kenapa bisa dibaca seperti itu.
Padahal, hurufnya hanya ada beberapa tapi bisa dibentuk menjadi banyak sekali
kata. Dari masing-masing kata yang sudah terbentuk, akan tersusun menjadi
banyak sekali kalimat, dan seterusnya. Aduh, kepalaku!
Begitu juga dengan pertama kali kita bisa membaca abjad (A, B, C,
D.....). Ibu kita, bu guru TK, kakak-kakak kita mengajari kita membaca. Dari
huruf-huruf itu akan tersusun menjadi kata, kata menjadi kalimat, kalimat
menjadi paragraf, dan seterusnya. B-o=bo l-a=la = bola. Dan sekarang, lihat!
Aku bisa membaca apapun. Tulisan yang belum pernah aku temui saat TK, aku bisa
membacanya sendiri tanpa diajari. M.E.N.G.A.N.T.I.S.I.P.A.S.I = MENGANTISIPASI.
Belum lagi kata-kata dalam bahasa inggris yang notabene tulisan dan cara
bacanya beda. Kemudian, aku juga bisa menulis berbagai kata dan aku menyusunnya
menjadi seperti ini. Bagaimana bisa? Aku dulu tidak tahu apa-apa.
Kalau sudah seperti ini, siapa sebenarnya yang hebat? Kita atau
guru-guru kita yang mengajari kita membaca buku juga membaca Al-Qur’an? Siapa?
Aku saja kurang yakin mampu membuat keponakanku bisa membaca. Ah,
aku tak telaten. Yang bentuknya begini, namanya A. Ketika A bertemu
dengan... Aiishhh! Ribet! Berapa lama aku bisa mengajari orang membaca?!
Apakah mudah atau sulit? Aku tak tahu, aku belum pernah melakukannya.
Ini semua yang mengatur adalah Allah. Ya, Allah melakukannya.
Semuanya karena Allah. Terimakasih Ya Allah karena Engkau membuat saya mampu
membaca dan menulis. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya orang yang
buta huruf. Mungkin tidak enak sekali. Sama seperti saat saya membaca tulisan
ini : प्व केहा रपरपाब पर्. Mungkin, rasanya sama. Sangat ingin tahu, tapi tidak bisa. *Nyesek! -_-
Dan untuk semua
guru TPQ (Taman Pendidikan Al-Qur’an) dan guru TK di dunia ini, saya salut sama
kalian karena kalian begitu telatennya mengajari anak didik untuk membaca dan
menulis. Kalian benar-benar, ah.....aku tak tahu bagaimana lagi harus
berterimakasih. Memang Allah yang melakukannya, tapi dengan perantara kalian
pastinya.
kaltim.prokal.co |
Sebenarnya, guru
yang paling besar jasanya adalah guru TPQ dan guru TK (siapapun yang mengajari
kita membaca dan menulis yang benar). Seharusnya, kita banyak berterimakasih
kepada mereka. Berterimakasih paling banyak! Tapi, justru mereka juga yang
paling banyak dilupakan. Hayo, ngaku! Ketika kalian sudah SMP, SMA,
Kuliah, guru yang mana yang kalian sambangi saat lebaran? Apakah guru TPQ dan
TK termasuk? Iya, karena rumahnya dekat. Nah, kalau rumahnya jauh? Aku saja
yang dekat, terkadang tidak aku sambangi. *ditimpuk batu gedhe. Ya Allah,
maafkan hambamu ini karena melupakan mereka. Maaf.
Semoga lebaran
tahun ini, saya bisa menyambangi mereka. Amin. Kalian juga sambangi mereka, ya?
Kasihan, mereka sudah tua. Mereka tak semuda dulu saat kita masih kanak-kanak.
Mereka lah yang ditunjuk Allah untuk mengajari kita. Sekarang, bayangkan kalau
kalian tak mampu baca tulis? Sedih, bukan? Oh thank you so much, Teachers. We
love you.
Komentar
Posting Komentar
You may say anything about me, because it is your right. And i also may say anything about you, because it is my right.