Langsung ke konten utama

Dilan? Mainstream or Anti?

Jika tulisan ini ditujukan pada karyaku, sungguh aku akan benar-benar langsung akan merasa sebal karena aku benci dikatain mainstream. Tapi, mengapa aku menyampaikan ini? Bukankah seharusnya jika aku tak suka hal ini terjadi padaku, aku juga tak boleh membuat hal ini terjadi pada orang lain yang tak lain lagi adalah Pak Pidi Baiq yang Baik? No no no, this is just my opinion. No more...
Aku tidak punya buku Dilan satupun dalam bentuk hard-copy (di sini sulit menemukan toko buku terpercaya, adanya jauh banget, dan jika online aku akan membayar 2x lipat karena ongkir yang tinggi untuk daerahku, pojokan sih haha), aku hanya punya soft-copy dalam bentuk PDF, 3 lengkap. Dilan 1990, Dilan 1991, dan Milea. Dan, itupun dikasih. Ah! Makhluk macam apa aku ini? Katanya suka membaca?


merdeka.com

Jangan menghinaku! Kau tau tidak? Seseorang yang memberiku bertumpuk-tumpuk buku beberapa waktu lalu, yang jika ditotal sekitar Rp. 3.500.000, - itu, dia juga hobi membaca, sangat-sangat cinta, nyaris gila (gila membaca)! Pada waktu dia remaja (sekarang sudah berkeluarga, tante-tante lah...), kata orang-orang sih dalam sehari dia bisa khatamin 20 buku. Waduh!
goodreads.com
Dan, kalimatnya ini yang membuat aku tersentuh dan merasa tidak malu meskipun saat ini seringkali membaca buku pinjaman, e-book gratisan, buku hibah-an, aku tidak malu! Ini kalimatnya :

“Ya mau gimana lagi. Dulu ibu gak mampu beliin aku buku. Tau sendiri kan, harga buku itu mahal. Jadi pas aku udah bisa cari duit, ya begini lah...”

Itu yang bisa kuingat. Sedih sih ngedengernya. Tapi lihat sekarang! Dia dengan mudahnya memberikan 3 juta 5 ratusnya kepadaku! Benar-benar waktu itu aku serasa gila-gila gimana gitu, saking senengnya. Beberapa hari sebelum rezeki tak terhingga itu datang, aku sempet bolak-balik cek suatu akun di facebook yang menjual buku online, dan aku sangat tertarik ingin membeli beberapa buku yang satupun sudah tak bisa kuingat lagi judulnya. Hari itu datang, dan batallah aku beli online. Thanks Allah! Thanks Mbak Er!
Judulnya Dilan loh, Mil! Oke, kita bahas Dilan sekarang! Maksudku, aku mengajakmu untuk bahas Dilan, ya?
Cover Dilan 1
Aku tahu Dilan dari facebook, postingan teman-teman dipenuhi dengan Dilan kala itu. Lalu, seingatku....(ah, aku tidak ingat lagi kan gara-gara kamu liatin tulisan ini) *peace!
Intinya, aku minta ke salah satu teman facebook yang few years older than me, yang akrab kupenggal (baca: kupanggil) Kaira, sebenarnya aku merengek. Dikirimlah, tapi bukan sama dia, melainkan 2 temannya yang berbeda, yang sungguh aku jadi merasa tidak enak dengan mereka (tapi tetap merasa enak dengan Kaira). Thanks ya kalian yang baik hati yang sudah mau repot-repot ngetik alamat emailku yang panjang  -_-, sorry.
Salah satu dari yang forward-in ke aku kalau aku tidak salah ingat jawab gini setelah aku ucapin terimakasih :
“Buku bagus kan emang harus dibagi-bagi...”
Ya sudah, aku pun menawarkan kepada 3 orang yang aku yakin mereka tidak kenal dengan Kaira ataupun yang ngirimin ke aku. Aku tunjukin pertama kali di sekolah, kepada seorang guru muda yang aku pernah lihat dia bawa buku (hard-copy) Dilan 1, kedua kepada seorang yang juga few years older than me yang se-kecamatan denganku, yang sekarang dia lagi di negaranya Elif, Cemre, Sogul, atau siapalah itu sejak sekitar 2 tahun yang lalu, yang terkadang kupanggil “abla” meskipun dia udah jelas gak mau karena “abla” memiliki 2 arti berbeda yang sangat jauh bertentangan, tapi aku bersikeras dan akhirnya dia ngijinin, Tesekkurler Canim Abla!  Ketiga kepada seorang Kendari yang tidak lebih tua dariku, tapi dia duluan kuliahnya karena dia dulu gak TK, curang!
Mereka lebih dulu selesai bacanya ketimbang aku! Ada yang keceplosan ngasih tau ending di saat aku baru mulai baca Dilan 2. Sempet ada niatan untuk tidak lanjut, tapi Kaira bilang “lanjutin aja, toh kamu belum tahu kan sebab mereka pisah”. Oke, aku lanjutkan dan sekarang sudah selesai. Merasa gak enak juga kalau tidak dihabiskan karena ingat pas aku minta dengan cara merengek.
Cover Dilan 2
Menurutmu, caraku berbicara ini apakah seperti Dilan? Abla bilang kek gitu soalnya, bukan tulisan ini sih.
1.    Aku tidak menyengaja sama karena aku tidak suka menjadi sama
2.    Jika sama, berarti ada kesamaan dengan Pak Pidi Baiq yang Baik
3.    Bisa cek tulisanku yang lain jika mau, apabila di tulisan yang lain juga sama dengan gaya Dilan, maka sesungguhnya memang sama karena itu ditulis sebelum aku kenal Dilan, namun jika tidak, itu artinya aku tertular oleh Dilan, tanpa aku sadari.
 
Cover Milea
MURNI BAHAS BUKU PAK PIDI BAIQ HATI, DILAN

Pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah mengajariku membuat cerita dengan kata-kata yang sebisa mungkin adalah baku. Jadi, pas pertama kali baca Dilan, aku ada rasa sedikit tidak suka. “Waduh! Bahasa tidak baku, jangan-jangan pake loe-gue, jangan-jangan kek FTV-FTV itu!” Aku khawatir.
Setelah dibaca terus, ternyata tidak. Hanya akan berucap GUE saat Milea sedikit jengkel. Aku tidak tahu bagaimana harus mengatakannya, tapi kurasa memang kebanyakan begitu adanya, para muda-mudi yang pacaran itu.

boncengan
 
boncengan

boncengan

boncengan

boncengan

boncengan

Bukannya sok suci, tapi di dunia ini juga banyak kok yang tidak berkenan untuk pacaran, one of them is me. Namun bukan berarti aku tidak tahu lagak mereka yang pacaran ya. Kakakku sendiri ketika berpacaran dengan pacar-pacarnya dulu (sekarang sudah jadi mantan) juga optimis bakalan nikah, ya lagaknya macam Dilan sama Milea gitu. Semua keluargaku dideketin sama cewek itu, maksudnya agar kenal so, ketika nikah biar tidak usah penyesuaian lagi. Manggil ibuku camer (calon mertua) lah, memperlakukan aku baik sekali bahkan lebih baik dari adik kandungnya lah, yakin bakalan nikah, nyebutnya aja udah “suamiku”, telponaaaaaaaaaaaaaaaaaaan mulu sampai aku risih mendengarnya (kayak lebah sih -_-).
Sekitar 2 atau 3 tahun, hubungan mereka pun kandas. Aku senang. Ibuku senang. Karena pada dasarnya, ibuku tidak srek-apalagi aku-dan sebenarnya tidak mendukung adanya pacaran. Aku ingin memiliki kakak ipar yang tidak kukenal pada mulanya, tak bosan gitu. Lagipula, kalau pacaran lama sampai bertahun-tahun dan aku kenal dengan pacarnya, aku jadi tahu sifat asli yang bersemayam dibalik jilbabnya, tidak menantang.
Dilan, Milea, isinya itu sama. Anak SMA pacaran, ya kebanyakan gitu. Seromantis apapun, pada akhirnya tidak menikah. Karena apa? Kalau menurut aku nih, karena sudah terlalu lama dan sering bersama, akhirnya bosan (jiwa anak muda itu kebanyakan mudah bosan karena mikirnya masih hanya kesenangan). Lalu ketika ada masalah sebesar kuman pun, dijadikan alasan untuk putus. Alasannya putus disebabkan oleh kesalahpahaman. Tapi aku yakin, pada dasarnya bosanlah yang menjadi ketuanya.
Oh ya, terus juga sifat cewek yang suka ngatur cowok dalam hubungan pacaran itu juga terjadi hampir pada semua pasangan.
“Kamu gak boleh berteman sama Kodok! Aku gak suka!”
“Kamu gak boleh gabung sama geng motor lagi! Bahaya!”
Ah, ingin aku tonjok pacar yang seperti itu. Dan kamu tahu tidak? Kakakku juga begitu. Apa-apa harus izin, pacarnya mau kemana-mana harus izin, kalau tidak izin nanti ngambek, marahan, dan lain sebagainya. Apaan coba? Aneh tahu kalau dipikir-pikir.
“Aku itu pacar kamu! Jadi, kamu harus bilang dulu kalau mau pergi! Aku bilang enggak ya enggak!”
Heh! Pacar itu apa? Kok menjadi lebih segalanya daripada orang tua? Takut kualat kalau tidak nurut?
Keputusan Dilan tepat sekali! Dilan tidak suka dikekang! Hak Dilan mau berteman sama Burhan kek, sama hantu sekalipun, itu bukan urusan Milea. Jadi, aku senang ketika Dilan bilang seperti itu ke Milea, tapi sebenarnya kasihan Milea juga sih.
Benar, aku iri dengan hubungan mereka. Hmm...naik motor berdua, berpelukan, dan lain-lain. Perhatiannya itu loh! Tapi kebanyakan emang gitu kan kalau pacaran? Pacaran menjadi hal yang dianggap biasa, dan yang biasa itu tidak luar biasa. Mungkin akan ada yang mencibir aku ya karena pada dasarnya aku belum pernah merasakan bagaimana sih pacaran itu, kok aku sok tau, seperti yang yakin seandainya aku punya pacar, aku tidak akan mengatur dan diam saja jika diatur.
Tidak begitu, ayolah...
Aku hanya sangat penasaran saja, mengapa yang pacaran seringkali seperti itu?
Pacar itu apa? Mengapa memilih pacaran? Tidak adakah jalan lain untuk meraih kebahagiaan? Semakin banyak mantan semakin bangga? Merasa laris karena banyak yang menaruh hati padamu? Kalau laris, siapapun boleh ambil, harganya murah loh? Baru seminggu putus, langsung dapat pengganti, eh secepat itukah? Terkadang juga pacaran itu seperti bermain. Tapi kok tega ya memainkan hati, perasaan, bahkan harga diri?
Orang tua zaman sekarang banyak yang meridhoi anaknya pacaran, entah apa yang ada di otak mereka. Tak peduli apapun agamanya, hobinya tetap pacaran. Aku tidak akan menyanjung-nyanjung bahwa muslim tidak pacaran, karena pada kenyataannya mereka yang mengaku muslim juga menjalin hubungan terlarang itu.
Ingat ya...
Islam itu sempurna, sedangkan manusianya itu tidak. Jadi, ketika ada muslim (orang islam) yang berbuat kesalahan, ya jangan salahin islamnya. Islam kan sempurna. Islam gak bakal salah. Selamanya gak akan pernah salah. Dan, islam juga tidak pernah mengajarkan kesalahan.
“Hallah! Katanya islam, dia pun berjilbab, juga sholat gak pernah ketinggalan, anak super baik, orang tuanya haji, bapaknya imam masjid, tapi kok tetep aja punya pacar?”
Udah dibilang, itu manusianya.
“Kok bapaknya diem aja? Kok boleh?”
Udah dibilang, itu manusianya. Kadang bapaknya tidak tahu kalau di luar rumah anaknya begitu. Kadang juga ridho-ridho aja, entah gimana itu maksudnya.
“Eh, tapi dia kan anak pesantren. Masak di pesantren diajarin kayak begitu?”

pakai kedok akhi-ukhtian
Udah dibilang, itu manusianya! Jika pesantren mengajarkan hal semacam itu, maka seluruh santri di dunia pasti pacaran. Berpikir jernih donk, nyatanya tidak semua, iya kan? Berarti itu tergantung manusianya! Meskipun Ihya Ulumuddin dihapal sama dia, kalau takdirnya begitu, ya wallahu a’lam.
Pacaran adalah kebiasaan pada zaman sekarang yang seharusnya jangan dibiasakan dan jangan dianggap biasa. Miris euy! Anak SD aja sekarang pacaran. Ntar kalau lama-lama baru lahir langsung pacaran bagaimana? Ya Allah, semoga kami beserta semua keturunan selamat dari segala bentuk kemaksiatan, Amin. J
Apalagi sekarang di TV digambarkan bahwa anak-anak baik juga pacaran. Tuh, sinet yang tayang setiap hari. Kan geng motor, tapi baik hati. Terkadang juga sholat, suka menolong, sayang orang tua, dan segala jenis kebaikan lainnya, tapi pacaran. Kan secara tidak langsung, sinet itu mengatakan bahwa anak-anak baik juga boleh pacaran. Meskipun toh tak semesra Dilan dan Milea, tidak peluk-pelukan, tapi kan tetep aja pacaran. Orang tua mereka ngizinin, kan? Itu dia! Sekarang adalah zaman yang sesungguhnya semakin banyak bahaya yang tidak terasa.
Pacaran kan udah mainstream nih, yang tidak punya pacar dikatanya tidak laku, lalu ditertawakan. Hahaha! Gak kebalik? Justru para single lah yang seharusnya tertawa! Kalian tertawa karena kita beda, nah kita tertawa karena kalian sama, hahaha :D.
Oke, sekarang aksi damai. *eh. 
jawab donk...
Aku tidak tahu, Dilan itu mainstream atau anti, semua tergantung gimana kita anggapnya saja. Tapi yang pasti, Pak Pidi Baiq berhasil membuat aku terjungkal dan terpingkal! Hahaha! Serius, lucu banget! Keknya tidak ada yang tidak tertawa deh kalau baca Dilan! Itu dia yang membuat Dilan anti mainstream karena lawakannya. Tapi untuk yang pacarannya, kurasa (kurasa loh ya) mainstream.
Mau mainstream mau enggak, yang mana srek dan disuka, silahkan..... :)

Sumber gambar : google.com    

Komentar

Postingan populer dari blog ini

A Star is Born PERSIS Aashiqui 2 ? I CAN'T BELIEVE THIS! (Review Film) *Spoiler Alert!

facebook.com/astarisborn2018 hindimusickaraoke.com Baiklah, sebenarnya berat untuk saya menulis ini, tapi saya akan tetap menulisnya sebab ini penting. Film A Star is Born , yang diperankan oleh Lady Gaga dan Bradley Cooper, film 2018, film yang saya ketahui pertama kali lewat lagunya di youtube yakni Shallow (saya suka sekali lagu itu), film yang saya pikir akan menjadi film yang sangat mengesankan buat saya. Tidak ada air mata. Tidak ada hati yang berdebar. Sejak adegan pertama, yakni Jackson menghilangkan kesadarannya sebelum bernyanyi, bernyanyi di atas panggung dengan ribuan bahkan mungkin jutaan penonton di depannya, hati saya berkata “Wah, ini mah kayak film Aashiqui 2,”.  Jika kalian belum menonton film Lady Gaga ini, dan sudah menonton film Aashiqui 2, atau mungkin kalian menemukan tulisan saya ini lalu mencari tahu tentang segalanya, baru menonton A Star is Born setelahnya, maka saya rasa kalian juga akan merasakan hal yang sama seperti saya.

Bekerja Niat Ibadah

Di sini aku tidak bermaksud menggurui siapapun ya, seperti yang sudah pernah aku bilang bahwa I’ll share what I’ve known, jadi kuharap kalian bisa mengerti maksudku. Kita bisa menjadi seperti sekarang ini semata-mata karena Allah, kan ya? Semua sudah diatur. Bagaimanapun kamu mengelak pernyataanku ini, aku tidak akan mengiyakan. Kita sekarang masih hidup di dunia, entah sampai kapan tidak ada yang tau. Memikirkan masa depan itu perlu, emang sangat perlu. Kebanyakan yang kita pikir itu masa depan yang mana sih? Ngaku! Berapa persen dunia dan berapa persen akhirat? Oke, aku juga nggak mau munafik, keknya aku khawatir banget dengan masa depan duniaku, dan masih seringkali tidak terlalu mengkhawatirkan masa depan akhirat meskipun selalu berusaha untuk lebih mempersiapkan ke sana sih, cuma ya mungkin dosaku masih terlalu banyak, jadi masih seperti ini. Makanya, aku ngajak kalian untuk inget, seenggaknya biar aku dapat poin dari Allah gitu. Kita ini hidup pada zaman yang suda

Ekstrovert dan Introvert

Ekstrovert Ekstrovert adalah tipe kepribadian yang menyukai interaksi dengan dunia luar. Ekstrovert cenderung lebih banyak beraktifitas dan lebih sedikit berpikir. Orang dengan tipe ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut: Antusias Banyak bicara Tegas Suka berteman bersemangat