Aku sudah satu tahun di Jakarta dan selama ini hampir tidak pernah melewati jalan rusak seperti di daerah-daerah, khususnya bagian pelosok di Indonesia. Sejelek-jeleknya jalanan di Jakarta tidak akan membuatmu muntah (kecuali kamu sakit) karena mobil yang kau tumpangi tidak akan bergejolak hebat seperti di kampung.
Tantangan berkendara di metropolitan itu bukan pada hamparan aspalnya, bukan pada tekstur aspal yang mulus seperti kue ulang tahun yang mahal atau jajanan tradisional kemplang yang mbrigindil, melainkan pada performa pengendara yang lain yakni mendahului secepat kilat, berlenggak-lenggok di sela-sela kendaraan lain, angkutan umum yang berhenti seenak jidat sopirnya, maupun kendaraaan yang bergerak lambat nun lembut bak siput.
suarajatimpos.com |
pontianak.tribunnews.com |
sesamamedia.blogspot.co.id |
tribunnews.com |
Jalanan yang dilihat dari kacamata orang awam macam aku ini masih cukup bagus, dan kurasa tidak perlu didodol dowel kayak gitu. Aspalnya dikeruk seperti pakai garpu. Teksturnya seperti keripik kentang Chitato.
Edo Rusyanto - wordpress.com |
Aku tidak tahu kenapa hal tersebut dilakukan. Mungkinkah karena aspal Jakarta dilewati ribuan kendaraan setiap hari membuat dia harus selalu diperbarui agar tak sampai sakit?
Mungkinkah menghabiskan anggaran? Apapun alasannya, yang pasti akan lebih mulia kalau itu disumbangkan ke daerah-daerah di Indonesia yang jalanannya buruk. Seperti mubadzir kalau jalan masih bisa dipakai terus dikeruk. Yakali peraturan pemerintah begitu, standar jalan raya harus segitu, bagi ibukota ya. Terus, standar jalanan di daerah seburuk dan sehancur itu, ha? Sama halnya dengan seorang ibu yang selalu berpenampilan oke, kece, muka dengan riasan, sedangkan anaknya dibiarkan rembes, ileran, ingusan. Tega!
Mungkinkah menghabiskan anggaran? Apapun alasannya, yang pasti akan lebih mulia kalau itu disumbangkan ke daerah-daerah di Indonesia yang jalanannya buruk. Seperti mubadzir kalau jalan masih bisa dipakai terus dikeruk. Yakali peraturan pemerintah begitu, standar jalan raya harus segitu, bagi ibukota ya. Terus, standar jalanan di daerah seburuk dan sehancur itu, ha? Sama halnya dengan seorang ibu yang selalu berpenampilan oke, kece, muka dengan riasan, sedangkan anaknya dibiarkan rembes, ileran, ingusan. Tega!
poskotanews.com |
Aku harus nanya ke siapa tentang ini? Kenapa jalanan daerah banyak yang mengenaskan? Kenapa jalanan ibukota dibagus-bagusin mulu? Siapa yang salah? Berapa anggaran yang diberikan di tiap-tiap daerah dan berapa besar yang benar-benar dipakai untuk memperbaiki sarana umum?
Aku pernah mendengar cerita seperti ini,entah dari mana:
Semisal, dari pusat 500 juta dikucurkan untuk daerah A, nah yang ngurusin ada 10 orang, masing-masing akan minta bagian, akhirnya diambillah 100 juta untuk dibagikan kepada para makhluk itu masing-masing 10 juta, sisa 400 juta. Meluncur ke provinsi, 5 orang ngurusin akan minta bagian juga, diambil sekian juta lagi, hingga sisa sedikit karena potongan-potongan jahat yang seharusnya tidak ada. Dikira hadiah kuis kali ya ada potongan pajak :-/ . Nyampe daerah, tidak cukuplah uang itu untuk menambal lubang di aspal. Miris ya.
Semisal, dari pusat 500 juta dikucurkan untuk daerah A, nah yang ngurusin ada 10 orang, masing-masing akan minta bagian, akhirnya diambillah 100 juta untuk dibagikan kepada para makhluk itu masing-masing 10 juta, sisa 400 juta. Meluncur ke provinsi, 5 orang ngurusin akan minta bagian juga, diambil sekian juta lagi, hingga sisa sedikit karena potongan-potongan jahat yang seharusnya tidak ada. Dikira hadiah kuis kali ya ada potongan pajak :-/ . Nyampe daerah, tidak cukuplah uang itu untuk menambal lubang di aspal. Miris ya.
Daerah yang kelihatannya orangnya penuh kasih, ternyata justru tak terlihat kebusukannya. Tak terpantau karena terlalu jauh dari ibunya. Ibukota tak melulu bisa memantau anak kota.
Siapa yang salah? Aku? Kamu? Kita? Atau mereka?
Komentar
Posting Komentar
You may say anything about me, because it is your right. And i also may say anything about you, because it is my right.