Judul Buku: Daun Yang Jatuh
Tak Pernah Membenci Angin
Penulis: Tere Liye
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka
Utama
Tahun Terbit : Cetakan 33,
April 2018
Kota : Jakarta
Jumlah Halaman : 264 hlm.
Ini merupakan karya Tere Liye
kedua yang saya baca. Dulu saya pernah membaca “Tentang Kamu”, iya Kamu…
(apasih -_-). Saya meminjam “Tentang Kamu” dari guru Bahasa Indonesia, dan saya
juga sudah membuat reviewnya di sini. Saya sangat girang dengan novel
tersebut waktu itu sehingga membuat saya ingin membaca karya Tere Liye yang
lain juga. Alur maju-mundur,
menyinggung tentang luar negeri, saya suka!! Saya seperti
menemukan seorang senior, sebab saya juga suka menulis dengan cara seperti itu.
Yup! Kita menyukai penulis yang cocok
dengan gaya menulis kita, kan? Saya suka
Kamu, Bang!
Buku ini, saya tidak beli. Saya
belum pernah membeli buku Tere Liye. Terlalu banyak karyamu, jadi saya bingung
mana dulu yang harus dibeli, ckckck. Buku
ini hadiah dari Momo, entah dalam rangka apa, saya lupa. Dia bilang bahwa kami
pernah membahas tentang itu, tapi sungguh saya tak mengingat apapun. Lalu, pada
suatu hari ada paket datang padahal saya sedang memesan apapun. Ketika saya
membukanya, yes! Thank you, Momo!
Buku ini terbit pada 2010
namun cover 2018, yep ini cetakan
ketiga puluh tiga. Lama sudah, ya? Tak apa, saya suka diberi buku apapun! *yang mau kasih buku, langsung WA aja J, hahahahahahahahahahahahahahahahahahahahahahahahahahahahahahahahahahahahaha.
Novel ini menceritakan
tentang Tania, seorang gadis kecil berusia belasan tahun yang miskin (dia
pengamen), dekil (ih kenapa sii suka bikin tokoh bulukan :D, Ningsih di “Tentang
Kamu” juga gitu, dekil, hitam, keriting), lalu berevolusi menjadi gadis yang
MashaAllah, sekolah di Singapura, kaya, tapi hatinya ngenes, kasihan sekali.
Tania punya adik namanya
Dede, sahabat namanya Anne, ada tokoh “dia”, ada Ratna, ada Adi, dan yang
lainnya. Tania tuh tidak memiliki orang tua, Ningsih di “Tentang Kamu” juga
tidak punya. Kenapa sii?? Saya masih penasaran dengan karya yang lain, saya
belum bisa menyimpulkan jika baru membaca 2 karya saja.
Novel ini alur maju-mundur
(film India juga seringnya memakai alur begitu), kalau kalian tidak terbiasa,
nanti bingung.
Berikut sinopsis yang ada di
bagian belakang sampulnya:
Dia bagai malaikat bagi keluarga kami. Merengkuh aku, adikku, dan Ibu dari kehidupan jalanan yang miskin dan nestapa. Memberikan makan, tempat berteduh, sekolah, dan janji masa depan yang lebih baik.
Dia sungguh bagai malaikat bagi keluarga kami. Memberikan kasih sayang, perhatian, dan teladan tanpa mengharap budi sekali pun. Dan lihatlah, aku membalas itu semua dengan membiarkan mekar perasaan ini.
Ibu benar, tak layak aku mencintai malaikat keluarga kami. Tak pantas. Maafkan aku, Ibu. Perasaan kagum, terpesona, atau entahlah itu muncul tak tertahankan bahkan sejak rambutku masih dikepang dua.
Sekarang, ketika aku tahu dia boleh jadi tidak pernah menganggapku lebih dari seorang adik yang tidak tahu diri, biarlah… Biarlah aku luruh ke bumi seperti sehelai daun… daun yang tidak pernah membenci angin meski harus terenggutkan dari tangkai pohonnya.
Secara fisik, buku ini OK. Ejaan sepertinya
sempurna. Rasanya saya tidak menemukan typo,
tapi entahlah. Overall, novel ini OK.
Tapi entah kenapa, ending novel ini tidak membuat saya terkejut. Ekspresi saya datar.
Biasa saja. Ah! Saya tak mau banyak cakap, ntar malah jadi spoiler.
Oya! Tere Liye kan terkenal dengan quotesnya juga tuh. Nah, dalam novel ini
yang terkenal adalah “Daun yang jatuh tak pernah membenci angin, ia tahu bahwa
hidup harus diterima dengan penerimaan yang benar, blablabla saya tidak hafal.
Baiklah, sudah dulu…
Saya mau makan siang.
Komentar
Posting Komentar
You may say anything about me, because it is your right. And i also may say anything about you, because it is my right.